Oleh:
Novianto Bambang W
Rini Rismayani
A. Pendahuluan
Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu jenis owa yang paling
terbatas penyebarannya di alam.
Distribusi Owa Jawa hanya pada hutan-hutan Jawa bagian Barat, dan
menyebabkan satwa ini merupakan primata endemik Jawa bagian Barat. Owa Jawa telah dilindungi sejak tahun 1931
berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar 1931 Nomor 134, yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1999, disebutkan bahwa semua
jenis primata Famili Hylobatidae, termasuk Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan satwa yang dilindungi. Dalam Red
Data Book IUCN, Owa Jawa termasuk dalam kategori Endangered species atau genting yaitu jenis-jenis satwa yang
terancam kepunahan dan tidak akan dapat bertahan tanpa upaya perlindungan yang
ketat untuk menyelamatkan kelangsungan hidupnya. Selain itu, Owa Jawa masuk dalam daftar Appendix I the Convention on International Trade
for Endangered Species for Flora and Fauna (CITES), yang berarti satwa ini
termasuk ke dalam kategori endangered
species atau genting serta tidak boleh diperdagangkan secara komersial.
Adanya gangguan hutan seperti perambahan
dan penebangan pohon secara illegal akan berdampak pada hilangnya pohon-pohon
penting bagi kehidupan Owa Jawa. Sebagai satwa arboreal, kehidupan Owa Jawa
sangat tergantung pada vegetasi yang ada di habitatnya, terutama pohon pakan
dan pohon tidur. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa tekanan terhadap kawasan TNGP, terutama di habitat Owa Jawa dapat
mengancam keberadaan Owa Jawa di alam.
Salah satu upaya yang dipandang strategis dalam mempertahankan
kelestarian Owa Jawa adalah melalui pembinaan habitat alami Owa Jawa, disamping
upaya lain seperti penangkaran dan lain-lain.
B. Upaya Pembinaan Habitat
Owa di TNGP
1. Studi Awal
Sebelum melaksanakan kegiatan pembinaan habitat
diperlukan sebuah studi pendahuluan.
Studi ini diperlukan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
kegiatan pembinaan habitat. Adapun data
dan informasi yang harus dikumpulkan dalam studi awal ini meliputi:
a. Pengumpulan
data hasil inventarisasi populasi 0wa Jawa, yang meliputi jumlah populasi,
penyebaran, pergerakan, daerah jelajah dan teritori
b. Pemetaan
terhadap keadaan dan perubahan dari penyebaran, pergerakan, daerah jelajah dan
teritori Owa Jawa.
c. Data
hasil pemantauan habitat Owa Jawa terutama mengenai keadaan vegetasi meliputi
penutupan vegetasi, distribusi dan kelimpahan pakan owa serta fenologi
d. Pemetaan
terhadap keadaan dan perubahan penutupan vegetasi, distribusi dan kelimpahan
pakan Owa Jawa serta fenologi
Data dan
informasi tersebut bisa didapatkan dengan penulusuran data sekunder dari
laporan-laporan mengenai studi populasi dan habitat owa yang pernah
dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Hasil studi
pendahuluan ini dapat menentukan kepentingan pelaksanaan pembinaan habitat Owa
Jawa serta menentukan skala prioritas kegiatan pembinaan habitat Owa Jawa yang
akan dilaksanakan.
Dalam rangka mempertahankan kelestarian owa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango maka diperlukan pemeliharaan dan perkembangan habitat yang tepat. Untuk mendukung kehidupan populasi yang normal maka harus diperhatikan unsur-unsur habitat yang terdiri dari (Alikodra, 1997;p.228):
a. Ruangan
yang cukup untuk mendukung pertumbuhan individu dan populasi dengan perilaku
yang normal
b. Pakan,
air, udara, cahaya, mineral-mineral dan kebutuhan gizi serta fisiologis lain
c. Penutup
atau pelindung yang memadai
d. Tapak-tapak
untuk membiakkan, membesarkan keturunan, perkecambahan atau penyebaran biji
e. Perlindungan
lokasi yang mewakili nilai sejarah, ilmu geografis, geologis dari berbagai
macam gangguan.
Beberapa komponen habitat relatif mudah
untuk dikelola, sedangkan yang lain mungkin sangat sulit. Komponen fisik seperti iklim makro dan air
sulit dikelola. Komponen-komponen biotik
umumnya mudah dikelola misalnya vegetasi dapat ditanam dan dipelihara. Vegetasi
bagi owa merupakan sumber pakan, tempat berlindung dan membesarkan keturunan. Dengan kata lain merupakan ruang untuk
mendukung pertumbuhan populasi (Alikodra, 1990; p.183).
Program-program pengelolaan habitat yang
relatif intensif baru dapat ditetapkan setelah potensi dan keadaan habitat yang
diperlukan untuk spesies-spesies satwaliar dapat diketahui (Alikodra,
1990;p.271).
Masyarakat suatu ekosistem dapat rusak
oleh berbagai kekuatan yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan fisik
yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan fisik dan bergantinya komposisi
jenis. Proses ini disebut
kemunduran. Beberapa tipe perusak yang
dapat menimbulkan kemunduran ekosistem adalah: api, tanah longsor, banjir,
kekeringan, angin, hama dan penyakit dan adanya penggunaan yang intensif
terhadap hijauan oleh herbivora.
Kemunduran ekosistem juga dapat disebabkan bukan karena alam, melainkan
misalnya oleh zat-zat kimia beracun, berbagai kegiatan mekanik (pembalakan,
pengolahan tanah dsb), penggunaan api, pengeringan rawa ataupun perusakan tanah
vegetasi oleh ternak (Alikodra, 1990;p.215).
2. Teknik Pembinaan Habitat
Memperhatikan unsur-unsur habitat yang diperlukan
oleh satwaliar dan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran habitat maka dalam
rangka pembinaan habitat owa di TNGP dapat ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Pengayaan Pohon Pakan dan pohon
tidur
Pengayaan pohon pakan dapat dilakukan dengan
menambah jumlah pohon pakan atau menambah keragaman jenis pohon pakan. Dengan ketentuan harus merupakan jenis-jenis asli. Pengayaan dilakukan dengan melakukan
penanaman jenis-jenis pohon pakan dalam kegiatan rehabilitasi lahan bekas
bencana maupun rambahan, atau pada rumpang-rumpang hutan yang terjadi karena
tumbangnya pohon tua.
Metode pengayaan dapat dilakukan dengan cara alami
dan dengan perlakuan (penanaman anakan, stek, dan benih) jenis-jenis pohon
pakan.
b. Pengendalian Spesies Asing Berbahaya
Di dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango tercatat terdapat 30 jenis spesies asing. Yang perlu menjadi perhatian adalah
spesies-spesies asing yang berbahaya (invasive alien species). Spesies asing berbahaya adalah spesies yang
memiliki perkembangbiakan yang cepat dan menggantikan spesies-spesies
asli. Keadaan ini dapat menimbulkan
terjadinya perubahan komposisi vegetasi bahkan dapat memusnahkan spesies asli.
Beberapa spesies asing berbahaya
di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dapat menimbulkan penurunan
kualitas habitat owa adalah pohon afrika
(Maesopsis eminii) dan konyal (Passiflora guberosa)
Jenis pohon afrika umumnya
terdapat di kawasan perluasan (Ex perhutani) dan kawasan yang berdekatan dengan
perkebunan teh. Pertumbuhan dan penyebaran jenis ini relatif cepat. Burung dan primata termasuk Owa Jawa turut
andil dalam penyebaran bijinya. Kondisi
saat ini, owa menjadikan buah afrika sebagai salah satu pakannya dan melakukan
banyak aktivitas di pohon ini karena percabangan pohonnya lebar.
Kecepatan tumbuh pohon afrika
mengalahkan kecepatan jenis-jenis asli sehingga lebih banyak menguasai ruang
daripada jenis-jenis asli. Perubahan komposisi jenis dapat berakibat penurunan
diversitas jenis tumbuhan yang akibatnya mengurangi keragaman jenis pakan Owa
Jawa dan merubah komposisi dietnya.
Jenis spesies asing berbahaya
lainnya bagi habitat Owa Jawa adalah konyal.
Jenis liana ini menutupi tajuk tanaman inangnya sehingga pertumbuhan dan
perbungaan tanaman inang terhambat.
Penutupan tajuk oleh konyal juga menjadikan pohon tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk pergerakan owa.
Penutupan yang luas dari konyal dapat menyebabkan fragmentasi habitat
owa.
Pengendalian jenis pohon afrika
yang paling ekstrim adalah dengan menebang seluruh pohon afrika yang berada
dalam kawasan. Langkah termudah adalah dengan mencabuti anakan pohon afrika
untuk menghambat penyebaran jenis ini.
Pengendalian dominasi pohon afrika diusulkan dengan metode penjarangan
dimana batang-batang pohon afrika yang sudah besar dikuliti melingkari batang
untuk membunuhnya. Sedangkan
untuk pengendalian jenis konyal adalah dengan mematikan akar yang berada di
tanah.
Namun, pengendalian jenis asing berbahaya
dilakukan setelah adanya hasil pengkajian tentang metoda dan cara mengendalikan
jenis asing berbahaya.
c. Monitoring dan Seleksi Jenis Pionir dalam Rumpang
Terbentuknya rumpang karena adanya pohon tua yang
tumbang di hutan alam adalah proses alami.
Kejadian ini memberi kesempatan pada pohon-pohon yang sebelumnya kalah
karena ternaungi tidak mendapat sinar matahari agar dapat bersaing dan tumbuh
menggantikan pohon besar yang tumbang.
Monitoring rumpang dalam rangka pembinaan habitat
owa bertujuan memberikan informasi yang berkaitan dengan tindakan untuk
mengendalikan jenis-jenis pioner yang tumbuh di rumpang tersebut.
Hasil monitoring akan memberikan rekomendasi
mengenai jenis asing yang berbahaya harus dimusnahkan. Tumbuhan asli yang berpotensi sebagai pohon
pakan dan tempat melakukan aktivitas harian owa harus
dibina dengan cara menyingkirkan jenis-jenis yang akan menjadi saingan yang
menghambat dalam pertumbuhannya.
Monitoring rumpang dilakukan secara periodik
setiap 2 tahun sekali pada habitat Owa. Dalam monitoring rumpang ini beberapa
hal yang harus dicatat antara lain luas rumpang, jenis tumbuhan, jumlah
individu, tinggi jenis, dan posisi koordinat rumpang.
d. Antisipasi Bencana Alam dan Kebakaran Hutan
Bencana alam seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, tanah longsor dan gempa bumi dapat mengubah kondisi habitat
satwaliar. Bencana alam sering berakibat
fatal bagi kelestarian habitat, sehingga untuk rehabilitasi memerlukan biaya
yang sangat besar. Sebagai pencegahan
diperlukan monitoring kondisi dan gejala alam sehingga dapat dilakukan
pendugaan terhadap kemungkinan timbulnya bencana alam. Pada umumnya satwaliar dapat menangkap
isyarat alam akan terjadi gempa bumi sehingga mereka terlebih dahulu lari
menyelamatkan diri untuk mencari tempat yang aman. Untuk mencegah terjadinya tanah longsor dapat
dilakukan tindakan antisipasi baik secara fisik seperti pembuatan terasering,
maupun vegetatif.
Apabila terjadi kebakaran di kawasan terutama pada
musim kemarau akan berdampak terhadap kerusakan habitat Owa Jawa. Tingkat kerusakan akibat kebakaran hutan akan
tergantung pada tipe kebakaran, intensitas kebakaran, lamanya kebakaran dan
tipe vegetasi di habitat Owa Jawa. Walau demikian, sekecil apapun kebakaran
yang terjadi akan memberikan dampak negatif bagi habitat Owa, misalnya dapat
mematikan pohon pakan, menghambat proses pembungaan (fenologi) pohon pakan,
merusak tempat berlindung dan aktivitas harian lainnya. Kebakaran hutan bahkan dapat mematikan satwa
owa terutama bayi Owa yang masih rentan terhadap keadaan-keadaan panik atau
darurat.
Kebakaran hutan harus dicegah melalui sistem
deteksi dini sehingga dapat meminimalisir kerusakan habitat owa sekecil
mungkin.
Apabila terjadi kebakaran di habitat Owa, maka
tindakan yang segera dilakukan untuk menyelamatkan habitat Owa yaitu dengan
melakukan pemadaman api sesuai prosedur pengendalian kebakaran hutan.
e. Pengamanan Habitat Owa Jawa
Gangguan keamanan hutan seperti illegal loging,
perambahan dan perburuan liar berdampak buruk pada habitat dan populasi Owa.
Illegal loging dapat mengurangi pohon pakan dan tempat beraktivitas Owa serta
merubah iklim mikro dan mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Perambahan hutan dapat menimbulkan
fragmentasi habitat Owa Jawa, sehingga nantinya dapat menyebabkan terjadinya
terisolasinya populasi Owa Jawa dalam luasan habitat yang terbatas.
Owa Jawa kerap diburu untuk dijadikan satwa
peliharaan (pet). Yang menjadi target
perburuan biasanya individu anak atau bayi, untuk mencapai target ini sang
induk dikorbankan (terbunuh). Dalam
proses perburuan tentu menyebabkan kerusakan vegetasi yang merupakan habitat
utama Owa sebagai satwa arboreal.
Untuk mempertahankan populasi Owa pada saat ini
kuncinya adalah mempertahankan kualitas dan kuantitas habitat Owa. Upaya ini dapat dilakukan melalui
intensifikasi pengamanan kawasan melalui patroli rutin maupun gabungan serta
memberantas jaringan perburuan liar.
C.
Penutup
Upaya
konservasi owa jawa adalah tanggung jawab kita. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
selaku pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berperan dalam
mempertahankan kualitas habitat alami owa jawa
yaitu melalui upaya pembinaan habitat.
Tetapi upaya ini tidak akan berhasil tanpa peran serta seluruh
stakeholder yang berkepentingan dalam upaya konservasi owa jawa, baik dari
civitas academika, LSM maupun kelompok-kelompok pemerhati lingkungan lainnya.
PUSTAKA
Alikodra. 1990.
Pengelolaan Satwaliar. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor
Alikodra. 1990.
Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam rangka mempertahankan Keanekaragaman
Hayati Indonesia. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Purwanto,
Y. 1992.
Studi Habitat Owa Abu-Abu (Hylobates
moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Skripsi
pada Fakultas Kehutatan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nijman V. 2004a. Conservation of the Javan
Gibbon Hylobates moloch: population estimates, local extinctions, and
conservation priorities. Raffl es Bull. Zool. 52: 271-280.
Raharjo, B. 2003.
studi Populasi Owa dan Analisis Vegetasi di Hutan Kawasan Bodogol Taman
Nasional gunung Gede Pangrango. Skripsi
pada Jurusan Biologi FMIPA universitas Indonesia. Depok.
Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan primata
Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Wijanarko,
K. 2002.
Keanekaragaman Hayati dan Pengendalan Jenis Asing Invasif. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan The Nature
Conservation. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar