PENGELOLAAN RESIKO TUMBUHAN INVASIF
Soekisman Tjtrosoedirdjo, Ph.D. (2014)
Affiliate Researcher BIOTROP, Jln. Raya Tajur
Km-6 Bogor, West Java, Indonesia <s.tjitrosemito@biotrop.org>
PENDAHULUAN
Pengelolaan
Resiko Tumbuah Invasif ini dikembangkan oleh Tim Species Tumbuhan Invasif dari
PUSKONSER dibawah program Removing Barrier of Species Invasives Management in
Production and Protection Forets in Southeast Asia, untuk membantu mengkategori
tumbuhan invasif dalam program
pengelolaannya. Serangkaian pertanyaan
dijawab untuk membandingkan relatif resiko dan fisibilitas pengendalian dari
species invasif yang berbeda. Species tumbuhan invasif di evaluasi terpisah
untuk berbagai Sistem pemanfaatan lahan, sehingga species tumbuhan invasif terpenting dari lahan berbeda dapat
diidentifikasi.
Pertanyaan dapat berlaku bagi setiap tumbuhan invasif pada
setiap tipe pemanfaatan lahan
Akan
ada pertanyaan dimana pemakai tidak tahu jawabannya untuk beberapa tumbuhan
invasif, terutama ketika species itu tidak ada didaerah dimana pemakai beroperasi. Dalam kasus demikian pilih opsi
jawaban “tidak tahu”, dan coba cari jawaban dari lain sumber.( mis. Pemilik
lahan, pejabat lembaga terkait, peneliti). "Tidak tahu " dinilai
sebagai "0" untuk skor relatif
resiko tumbuhan invasif dalam perbandingan penilaian resiko dan memperoleh
nilai maksimum untuk skor fisibilitas pengendalian. Ini untuk menghindari bias
terhadap tumbuhan invasif yang mempunyai skor untuk setiap pertanyaan. Akan
tetapi, tumbuhan invasif yang mempunyai satu atau lebih pertanyaan yang
dijawab “tidak tahu” harus dinyatakan
demikian pada skor akhir mereka. Saling bertukar informasi dan skor adalah
kunci untuk membangun pengetahuan untuk memperoleh hasil maksimum dari Sistem
PRTI ini. Menjawab pertanyaan bersama dalam grup lebih baik daripada secara
individu. Ini terutama penting untuk memperoleh konsesus asumsi pengendalian tumbuhan invasif pada
suatu pemanfaatan lahan tertententu. Sistem pemberian skor ini adalah tool atau
alat untuk membantu pembuatan standard pengambilan keputusan dalam pengendalian
tumbuhan invasif yang terprogram. Protokol dibawah ini dikembangkan dari sistem
Dr John Virtue, Weed Ecologist, Animal and Plant Control Group Department of
Water, Land & Biodiversity Conservation, South Australia
I. RESIKO TUMBUHAN
INVASIF SECARA KOMPARATIF
Pertanyaan resiko
tumbuhan invasif dibagi menjadi 3 kriteria utama : (1). keinvasifan, (2).
Dampak, dan (3). Potensi distribusi.
Resiko =
keinvasifan x dampak x potensi distribusi
Keinvasifan (Invasiveness) melihat laju perluasan tumbuhan invasif,
tumbuhan invasif yang menyebar cepat berprioritas
tinggi . Dampak adalah pengaruh ekonomi, lingkungan dan
sosial yang disebabkan oleh tumbuhan invasif. Potensi distribusi
mengindikasikan area total kemana tumbuhan invasif mungkin menyebar . Skor atau
nilai dari setiap kriteria diatas dikalikan (masing2 sebaran nilai dari 0-10) sehingga memberikan
nilai resiko invasi pecahan dari 1000.
1.1.
KEINVASIFAN (INVASIVENESS )
Seksi
ini mengindikasikan berapa cepat tumbuhan invasif menyebar dalam suatu sistem
pemanfaatan lahan. Ini mempertimbangkan seberapa berhasil tumbuhan ini mapan, bereproduksi dan menyebar. Jawab
seluruh pertanyaan dalam suatu sistem pemanfaatan lahan kecuali pertanyaan
5(a).
1.
Bagaimana
kemampuan tumbuhan invasif mapan diantara tumbuhan asli yang ada
|
Skor
|
|
□ Amat tinggi
|
Semai dengan mudah mapan diantara
vegetasi yang rapat atau antara infestasi gulma lain yang rapat
|
3
|
□ tinggi
|
Semai dengan mudah mapan dalam
vegetasi yang terbuka atau antara infestasi rata rata saja dari tumbuhan lain
yang ada
|
2
|
□ medium
|
Semai mapan ketika sudah ada
gangguan moderat pada vegetasi yang ada yang mengurangi banyak kompetisi,
seperti pemotongan rumput, pembersihan pohon, banjir terkendali, kekeringan
dsb.
|
1
|
□ rendah
|
Semai memerlukan tanah terbuka
untuk mapan, meliputi misalnya pembersihan seresah. Ini terjadi ketika
gangguan besar terjadi seperti kultivasi, overgrazing, pembakaran, banjir
atau kekeringan lama
|
0
|
□ Tidak tahu
|
?
|
Abaikan praktek pengendalian species invasif untuk pertanyaan ini.
Tergantung dari sistem pemanfaatan lahan, “vegetasi” dapat berarti tanaman
budidaya, rumput, halaman dan/atau vegetasi alam di taman. Tumbuhan invasif yang menginvasi lahan yang dikelola dengan baik (dimana vegetasi
rapat dipelihara untuk menutup tanah) diasumsikan lebih berbahaya. Tumbuhan Invasif dengan skor invasif tinggi
meliputi gulma parasit. Asumsikan bahwa tumbuan baru datang. Semai berarti
pertumbuhan yang timbul dari propagul vegetatif yang disebarkan (misalnya
potongan stolon rumput grinting ( Cynodon dactylon atau bonggol Chromolaena
odorata) dan spora disamping biji. "Semai" tidak meliputi
pertumbuhan vegetatif baru yang masih melekat pada batang induk (misalnya
stolon, rhizoma atau akar lateral). Fitur demikian ini akan diatur dalam
pertanyaan 3(c).
Fitur yang dapat membantu tumbuhan invasif mapan diantara tumbuhan yang
ada, meliputi kemampuan berkecambah
dibawah kanopi tumbuhan lain, biasanya mempunyai biji besar atau propagul
vegetatif (bulbos, umbi), karena dapat menyediakan lebih banyak cadangan
makanan untuk menunjang tumbuhan invasif dalam berkompetisi dengan tumbuhan
lain, kemampuan untuk mentolerir atau menghindari tekanan kompetisi (dengan
pertumbuhan akar yang cepat, menfiksasi nitrogen sendiri, atau pertumbuhan
vertikal dengan cepat).
2.
Seperti apa ketahanan tumbuhan invasif ini terhadap praktek
pengelolaan umumnya di sistem pemanfaatan lahan yang kita uji?
|
Skor
|
|
□ Sangat tinggi
|
Lebih dari 95% gulma itu survive dengan pengendalian umumnya.
|
3
|
□ tinggi
|
Lebih dari 50% masih survive
|
2
|
□ medium
|
Kurang dari 50% saja yang bertahan hidup
|
1
|
□ rendah
|
Kurang dai 5% bertahan hidup
|
0
|
□ Tidak tahu
|
?
|
Bayangkan tumbuhan invasif ini sekarang
sudah ada di lokasi. Pertanyaan ini melihat apakah tumbuhan invasif baru itu
mati karena praktek pengendalian
tumbuhan invasif yang biasa dilkukan dalam sistem pemanfaatan lahan disitu.
Kalau sebagian besar mati maka akan hanya sedikit tumbuhan untuk bereproduksi
dan menyebar. Kalau sebagian kecil saja yang mati maka mengganti cara pengelolaan tumbuhan invasif akan sangat
diperlukan. Praktek pengelolaan tumbuhan invasif meliputi pemakaian herbisida,
kultivasi, pemangkasan diikuti pembakaran,
grazing dsb. Tipe dan timing dari
praktek ini berbeda dengan sistem pemanfaatan lahan yang berbeda. Apabila sustu
tumbuhan invasif tumbuh dan berbuah ketika tidak ada aktivitas pengendalian
atau pengelolaan maka tumbuhan tersebut tahan terhadap praktek pengendalina
tumbuhan invasif yang umum terdapat
disitu. Tumbuhan invasif yang tahan terhadap pengelolaan meliputi Asystasia
micrantha (berproduksi biji banyak). Vegetasi asli dalam taman nasional tidak
ada cara pengendalian yang sudah umum dipakai pada tingkat regional mapun
nasional, kalau demikian masukkan dalam asumsi sistem pemakaian lahan.
3.
Seperti apa kemampuan reproduksi tumbuhan
invasif itu
|
Total
a+b+c
|
Skor/
nilai
|
|||
a. Periode berbuah
|
b. Prod.biji
|
c. Reprod. vegetatif
|
|||
□ 1 tahun 2
|
□ Banyak
2
|
□ Cepat 2
|
Tinggi
|
5-6
|
3
|
□ 2-3 tahun 1
|
□ Sedikit 1
|
□ Lambat 1
|
Medium tinggi
|
3-4
|
2
|
□ >3 tahun 0
|
□ Tak ada
0
|
□ Tak ada 0
|
Medium rendah
|
1-2
|
1
|
□ Tidak tahu ?
|
□ Tak tahu
?
|
□ Tak tahu ?
|
Rendah
|
0
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
Pertanyaan ini ingin mengetahui seberapa bagus kemmpuan tumbuhan
invasif ini dapat bereproduksi, meningkatkan populasinya kemudian menyebar ke
daerah lain. Kalau tumbuhan invasif
tidak dapat bereproduksi di suatu sistem pemanfaatan lahan nilainya 0. Ada 3 faktor yang harus dipertimbangkan
ketika menilai kemampuan tumbuhan bereproduksi :
(a) Periode berbuah adalah rentang waktu dari kemapanan (dari biji atau
propagul vegetatif) sampai berproduksi biji.
(b) Produksi biji adalah rataan jumlah biji viabel yang diproduksi per
m2 lahan/tahun, dari petak yang diokupasi tumbuhan invasif itu. Ini mungkin
dari tumbuhan invasif besar seperti A.nilotica atau banyak herba atau
rumput kecil. Produksi biji banyak apabila >1000 biji/m2. Jawaban pada
pertanyaan 2 akan mempengaruhi produksi biji ini.
(c) Reproduksi vegetatif adalah rataan jumlah tumbuhan baru yang
diproduksi setiap tahun oleh sarana reproduksi seperti bulbus, bulbil, cormus,
umbi, rhizoma, stolontunas akar potongan batang. Dikatakan cepat kalau produksi
vegetatif itu >10 tumbuhan baru
/tahun dari tumbuhan induk dewasa. Dalam suatu sistem pemanfaatan lahan,
kultivasi justru meningkatkan reproduksi vegetatif. "Tumbuhan baru"
didefinisikan sebagai tajuk baru dengan sistem perakarannya sendiri, dan
mungkin masih melekat pada tumbuhan induknya, seperti rumput grinting (Cynodon
dactylon).
4.
Seperti apa penyebaran jarak jauh (>100 m) secara alamiah
|
Total a+b+c+d
|
Skor
|
||
a. Penyebranan oleh
burung
|
b. Oleh hewan lain
|
6,7,8
|
3
|
|
umum 2
|
umum 2
|
3,4,5
|
2
|
|
kadang kadang 1
|
kadang kadang 1
|
1,2
|
1
|
|
mungkin tidak 0
|
mungkin tidak 0
|
0
|
0
|
|
tidak tahu ?
|
tidak tahu ?
|
Tidak tahu
|
?
|
|
c.
Oleh air
|
d.
Oleh angin
|
|||
umum 2
|
umum 2
|
|||
kadang kadang 1
|
kadang kadang 1
|
|||
mungkin tidak 0
|
mungkin tidak 0
|
|||
tidak tahu ?
|
tidak tahu ?
|
Pertanyaan
ini ingin mengetahui seberapa hebat tumbuhan invasif ini dapat menyebarkan
propagulnya (biji atau vegetatif) secara alamiah, untuk memulai invasi baru
jarak jauh dari titik orisinalnya. Tumbuhan invasif yang mempunyai cara
dispersal yang lebih cenderung menyebar lebih cepat. Karena itu bayangkan suatu
tumbuhan invasif yang teradaptasi dengan penyebaran jarak jauh, seberapa
teratur cara ini terjadi. Seberapa
sering invasi baru terjadi yang bermula setidaknya 100 m dari invasi original.
Sifat
tumbuhan yang mendukung penyebaran jarak jauh oleh burung dan lain hewan liar
(misalnya kelelawar, tupai, monyet, kelinci) adalah: buah utuh dimakan, dan
biji yang masih viabel dikeluarkan lewat feces (polong A.nilotica yang
dimakan herbivora, rusa, kerbau maupun banteng) , atau dimuntahkan kembali
(buah mimba yang dimakan monyet) , buah P.aduncum yang dimakan
kelelawar, propagul yang mempunyai kait,
yang mudah melekat pada rambut atau kulit hewan, seperti biji Bidens
bitternata yang melekat pada bulu rusa atau kerbau, biji yang kecil yang
mudah melekat pada kulit atau kuku hewan
liar seperti biji Eleutheranthera ruderalis .
Fitur yang mendukung penyebaran
jarak jauh dengan air adalah : propoagul yang mengapung (seperti polong Mimosa
pigra), terutama tumbuhan invasif yang tumbuh dekat air yang mengalir dan
sering banjir. Terutama tumbuhan air invasif seperti Salvinia molesta,
eceng gondok (Eichhornia crassipes, Pistia stratiotes ) tersebar
cepat lebih dari 100 m oleh aliran air.
Penelitian menunjukkan bahwa biji tumbuhan
invasif yang disebarkan angin mendarat dekat dengan tumbuhan induknyasaja .
Penyebaran jarak jauh lebih sering terjadi dengan bagi pohon tinggi dengan biji
ringan (dengan sayap, plumus atau
pappus, atau bulu) yang terpaparkan pada angin kencang dan tumbuhan invasif
yang patah setelah buahnya masak dan terembus angin bergulung gulung layaknya
bola menggelinding diatas tanah dengan vegetasi yang jarang, seperti di daerah
kering di Australia.
5.
Seperti apa penyebaran jarak jauh oleh
manusia
|
Total a+b+c+d
|
Skor
|
||
a. Penyerana sengaja oleh manusia
|
b.
b. Penyebaran tidak
sengaja
|
6,7,8
|
3
|
|
Umum 2
|
Umum 2
|
3,4,5
|
2
|
|
Kadang2 1
|
Kadang2 1
|
1.2
|
1
|
|
Mungkin tidak 0
|
Mungkin tidak 0
|
0
|
0
|
|
Tidak tahu ?
|
Tidak tahu ?
|
Tdk tahu
|
?
|
|
c. Mengkontaminasi hasil bumi
|
d. Dibawa hewan ternak
|
|||
Umum 2
|
Umum 2
|
|||
Kadang2 1
|
Kadang2 1
|
|||
Mungkin tidak 0
|
Mungkin tidak 0
|
|||
Tidak tahu ?
|
Tidak tahu ?
|
Penyebaran secara sengaja oleh manusia meliputi tumbuhan invasif yang
sudah ditanam untuk keperluan pertanian, kehutanan, hortikultura, tanaman hias,
tanaman pencegah api dan/atau untuk proteksi tanah agar tidak longsor dsb. Tumbuhan invasif yang sudah ditanam secara
luas mempunyai potensi lebih besar untuk menyebar olehkarena adanya banyak
titik introduksi. Abaikan saja sistem pemanfaatan lahan untuk pertanyaan ini.
Misalnya A.nilotica yang ditanam sebagai ilaran api untuk mencegah api
dari savanna ke hutan jati, menanam Austroeupatorium inulaefolium untuk
mengalahkan alang-alang, menanam Mikania micrantha sebagai penutup
tanah. Penyebaran secara sengaja oleh manusia meliputi tumbuhan sebagai
tanaman hias karena berbunga cantik seperti Widelia trilobata, bunga
airmata pengantin, dsb. Banyak kasus suatu tumbuhan dilarang diperjual belikan
tetapi tetap ditanam.
Fitur yang menunjang penyebaran oleh manusi secara tidak senagaja atau
karena terbawa kendaraan adalah : tumbuhan yang tumbuh ditempat transportasi
ramai, melalui sepatu, pakaian atau kendaraan (meliputi mesin pertanian dan
perahu). Tumbuhan invasif seperti Mimosa pigra terbawa oleh kendaraan
pengangkut pasir, sehingga dengan mudah dilihat M.pigra ditemukan
dijalan2 baru, bahkan M.pigra masuk ke daerah Merauke karena terbawa
alat berat yang didatangkan dari Surabaya; tumbuhan yang mempunyai propagul
dengan kait, atau zat yang dapat melekatkan diri pada suatu obyek, propagul
yang sangat kecil sehingga bisa masuk atau menempel pada celah2 kecil dari
sepatu, pakaian, kendaraan dsb.
Untuk produk pertanian yang terkontanimasi propagul tumbuhan invasif
bayangkan bahwa biji kopi yang didatangkan ke Indonesia dari Brasil terkontaminasi oleh biji Erechtites velerianifolia, biji kacangan
penutup tanah terkontaminasi oleh Mimosa
diplotricha, biji gandum yang tekontaminasi oleh Parthenium hysterfolium dan banyak produk pertanian itu
terkontaminasi bukan saja oleh biji bisa juga potongan batang, tanah, kerikil,
seresah, bahkan butir pupuk dsb.
Jangan masukkan wool domba dalam kategori ini karena yang demikian ini
dimasukkan dalam kategori (d), yaitu fitur yang menunjang penyebaran oleh hewan
ternak (domba, sapi, kuda, kerbau, anjing dsb.) yaitu: buah utuh dimakan
kemudian biji yang viabel dikeluarkan lewat kotoran, atau dimuntahkan, propagul
mempunyai kait, atau duri yang bisa membantu melekat pada ternak. Dan biji yang
kecil sehingga mudah melekat di kaki atau bulu ternak.
1.2. DAMPAK
Seksi
ini mengindikasikan potensi dampak tumbuhan invasif. Setiap pertanyaan dijawab
dengan latar belakang sistem pemanfaatan lahan. Bayangkan bahwa tumbuhan
invasif itu telah menyebar diseluruh sistem pemanfaatan lahan yang kita
tangani, itu misalnya kawasan taman nasional, lahan persawahan, perkebunan
kelapa sawit atau karet, atau kawasan danau atau waduk, dan praktek cara pengelolaan tumbuhan invasif itu tidak
berubah untuk tumbuhan invasif target.
Kalau tumbuhan invasif itu terkendali sempurna dengan praktek yang
dilakukan itu maka tumbuhan invasif itu akan berada dalam kerapatan rendah dan
akan berdampak minimal. Alternatifnya
kalau tumbuhan invasif itu tidak terkendali dengan baik dengan cara
pengendalian itu maka tumbuhan invasif itu akan berada dalam kerapatan yang
tinggi dan berdampak besar. Kalau
tumbuhan invasif itu mempunyai agen hayati mapan yang efektif yang secara substansial mereduksi
pertumbuhannya, maka dampak tumbuhan invasif ini akan turun. Tentukan kalau tumbuhan invasif itu mungkin
akan mencapai kerapatan rendah, medium, tinggi pada sistem pemanfaatan lahan
yang anda garap.
1.
Apakah
tumbuhan invasif itu menurunkan mapannya tumbuhan yang dikehendaki
|
Skor
|
|
>50%
reduksi
|
Tumbuhan
invasif menghentikan lebih dari 50% mapannya tumbuhan yang dikehendaki (
regenerasi padang rumput, tanaman bdidaya,
dan semai pohon yang ditanam, regenerasi tumbuhan asli, dengan
mencegah perkecambahan atau mematikan kecambah.
|
3
|
10 –
50% reduksi
|
Tumbuhan
invasif itu menghentikan kemapanan 10 – 50 % tumbuhan yang dikehendaki
|
2
|
10% reduksi
|
Tumbuhan
invasif menghentikan kurang dari 10% tumbuhan yang dikehendaki
|
1
|
Tidak
ada
|
Tumbuhan
invasif itu tidak mempengaruhi perkecambahandan survival semai dari tumbuhan
yang dikehendaki
|
0
|
Tidak
tahu
|
?
|
Pertanyaan ini ingin menduga apakah tumbuhan invasif ini mencegah kemapanan species tumbuhan yang kita
kehendaki, sehingga kerapatan species ini turun. Tumbuahn invasif itu mungkin mencegah perkecambahan dengan
menciptakan kanopi yang sangar rapat, atau dengan membuat kondisi fisik
sedemikian rupa sehingga menghalangi aliran air . Tumbuah invasif ini mematikan
kecambah dengan mencegah kecambah memperoleh air, cahaya atau nutrient.
Perhatikan
bahwa tumbuhan yang kita kehendaki mulai mapan setelah perubahan besar (seperti
pengolahan tanah sebelum tanam, atau setelah kebakaran), sehingga tumbuhan
invasif sendiri juga sedang berusaha mapan. Dalam kasus demikian adakah dampak
tumbuhan invasif terhadap proses
kemapanan tumbuhan yang kita kehendaki? Tumbuhan invasif yang dapat menyebabkan
penurunan 50% kemapanan species yang kita kehendaki harus dieradikasi.
2. Apakah tumbuhan
invasif itu menurunkan produksi species yang kita kehendaki?
|
Skor
|
|
Penurunan >50%
|
Tumbuhan
invasif menurunkan produksi tanaman budidaya, hijauan padang rumput, hasil
kayu hutan, atau jumlah vegetasi ekosistem alam lebih dari 50%
|
4
|
Penurunan 25 – 50%
|
Tumbuhan
invasif menurunkan produksi 25 -50%
|
3
|
Penurunan 10 – 25%
|
Tumbuhan
invasif menurun produksi 10 – 25%
|
2
|
Penurunan < 10%
|
Tumbuhan
invasif menurunkan produksi sampai 10%
|
1
|
Tidak ada
|
Tumbuhan
invasif itu tidak berpengaruh pada pertumbuhan species yang kita kehendaki, atau
bahkan dapat bermanfaat pada suatu tingkat pertumbuhannya sehingga imbang
dengan dampak negatifnya.
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
Pertanyaan ini melihat pada tingkat
kehilangan produksi (dalam tanaman budidaya, padang rumput, kehutanan) atau
penekanan ( pada vegetasi alam), yang disebabkan oleh species tumbuhan invasif
ini. Ini mengikuti pertanyaan 1, dan mencoba melihat pertumbuhan yang dicapai
oleh tumbuhan yang tidak berhasil mapan karena karena tumbuhan invasif itu.
Pertanyaan dijawab dalam satuan hektar, dibantingkan dengan vegetasi yang mirip
tanpa tumbuhan invasif. Untuk vegetasi asli baik untuk berfikir dalam persen
tutupan. Tumbuhan invasif akan menurunkan pertumbuhan tumbuhan lain dengan
berkompetisi untuk cahya, air dan unsur hara. Kompetisi lebih besar pada
tumbuhan invasif yang lebih besar (tinggi dengan kanopi daun yang rapat dan
sistem akar yang ekstensif) dan tumbuh pada saat bersamaan dengan tanaman yang
kita kehendaki. Beberapa tumbuhan invasif berkompetisi dengan membentuk batas
fisik yang menghentikan tumbuhan tumbuh mencapai cahaya, air, dan/atau unsur
hara. Kasus khusus adalah tumbuhan
invasif yang bersifat parasitik yang secara langsung menyerang tumbuhan lain.
Tumbuhan invasif yang dapat menyebabkan penurunan 50% hasil/jumlah tumbuhan
yang dikehendaki, meliputi Allepo pines,
serrated tussock dan branched broomrape. Beberapa tumbuhan invasif mungkin
meningkatkan jumlah vegetasi yang bermanfaat dalam suatu pemanfaatan lahan.
Misalnya apakah tumbuhan invasif perennial dari
padang rumput menyedaian makan satwa summer dengan demikian meningkatkan
total hijauan rumput yang tersedia sepanjang tahun.
3. Apakah tumbuhan invasif ini menurunkan
hasil atau jasa yang diperoleh dari pemanfaatan lahan
|
SKOR
|
|
Tinggi
|
Tumbuhan invasif menurunkan kualitas hasil sehingga
tidak dapat dijual. Ini mungkin karena kontaminasi yang berlebihan, beracun,
berbau /abnormal (secara fisik maupun kimia). Untuk vegetasi lokal tumbuhan
invasif menurunkan biodiversitas (tumbuhan maupun hewan) sehingga tidak
sesuai untuk didaerah konservasi. Di
daerah urban menyebabkan kerusakan
konstruksi dan infrastruktur fisik, seperti bangunan, jalan, jembatan
|
3
|
medium
|
Tumbuhan invasif menurunkan kualitas dan harga
produk. Untuk daerah vegetasi lokal menurunkan biodiversitas dan menurunkan
prioritas untuk konservasi. Untuk daerah urban menyebabkan kerusakan konstruksi dan infrastruktur fisik seperti
bangunan, jalan, jembatan dsb.
|
2
|
Rendah
|
Menurunkan kualitas tetapi sedikit saja, harga masih
bagus, hanya sedikit mempengaruhi vegetasi lokal. Untuk daerah urban tidak
ada dampak
|
1
|
Tidak ada
|
Tidak ada pengaruh kepertanian, vegetasi alam maupun perkotaan
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
Pertanyaan ini melihat apakah tumbuhan invasif itu mempengaruhi
kualitas dan kuantitas produk atau jasa dari pemanfaatan lahan apa tidak?
Produk yang terpengaruh oleh tumbuhan invasif demikian meliputi daging, hasil
pertanian, seperti gabah, kedelai, jagung, susu, kayu, buah, dan air. Untuk vegetasi alam pertimbangkan jasa seperti
konservasi alam dan turisme. Sebagai contoh pengaruh besar pada kualitas
misalnya benih kedelai yang terkontaminasi biji poppy, sehingga tidak laku
dijual. Penurunan kondisi ternak mungkin tidak masuk disini karena mungkin
kekurangan makan saja, atau karena gangguan kesehatan karena makan tumbuhan
invasif itu.
4. Apakah tumbuhan
invasif itu membatasi gerakan manusia, ternak, kendaraan, mesin dan/atau air?
|
SKOR
|
|
Tinggi
|
Infestasi
tumbuhan invasif tidak dapat dilewati sepanjang tahun, sehingga mencegah gerakan fisik manusia,hewan,
kendaraan dan air.
|
3
|
Medium
|
Infestasi gulma
jarang sampai tidak bisa dilewati, tetapi secara signifikan memperlambat
gerakan fisik manusia, hewan, kendaraan/mesin atau air sepanjang tahun
|
2
|
rendah
|
Infestasi gulma
tidak pernah sampai tidak bisa dilewati, tetapi secara signifikan
memperlambat gerakan fisik manusia atau hewan, kendaraan pada suatu saat
dalam setahun atau menimbulkan hambatan aliran air
|
1
|
Tidak ada
|
Tumbuhan invasif
tidak berpengarud pada gerakan hewan
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
Pertanyaan ini ingin melihat pada tingkat dimana infestasi tumbuhan
invasif yang padat secara fisik menghambat aktivitas. Tumbuhan invasif
menghambat aktivitas ketika tumbuh
tinggi, atau berduri, batang berbelit tidak teratur membentuk massa
padat, sehingga sungguh menghalangi
aktivitas. Untuk pertanyaan ini abaikan pemtasan aktivitas yang
disengaja yang ditujukan hanya nuntuk membatasi penyebaran proagul dari
tumbuhan invasif itu.
Contoh tumbuhan invasif yang menghalangi aktivitas meliputi :
(1). Menghlangi pekerja panen,
misalnya pada tebu yang diinvasi M. invisa, oleh karena tebu cenderung
diikat oleh batang M. invisa yang tumbuh membelit banyak batang tebu,
dan banyak duri yang akan menyayat pekerja ketika akan mematikan mimosa
itu, pekerja sukar memanennya, bahkan
meninggalkan areal tebu yang diinvasi M. invisa . Traktor atau alat
pertanian lainnya pada waktu pengolahan tanah atau panen juga terhambat. Menyebabkan ban bocor karena kena duri.
(2). Menghambat pekerjaan
penjarangan pada praktek silvikultur, eperti invasi semai A.mangium pada tanaman generasi ke-2 A.mangium
(3). Menghambat aliran air dalam
saluran air, menghambat jalannya perahu,
(4). Mencegah satwa mendapatkan
air disavanna ketika sumber air savana diinvasi oleh M.invisa atau M.pigra yang
padat. Atau pada petenakan domba mengambat pencukuran bulu domba
(5) Bahkan dapat menghalangi
satwa pada daerah sarangnya atau menghalangi pembentukan sarang burung manyar,
seperti dilaporkan di Taman Nasional Bali Barat
Contoh tumbuhan invasif mendapat
skor tinggi misalnya M. Invisa, Bidens biternata di savanna yang dapat
tumbuh padat, juga C. odorata serta L. camara yang tumbuh padat di padang
rumput Alas Purwo misalnya karena dapat membentuk massa tumbuhan padat
menghalangi gerakan banteng
5. Apakah tumbuhan invasif itu berlengaruh pada
kesehatan satwa atau manusia?
|
Skor
|
|
Tinggi
|
Tumbuahn invasif itu sangat beracun menyebabkan
kematian atau sakit serius bagi satwa maupun manusia
|
3
|
Medium
|
Tumbuhan itu kadang2 menyebabkan kesakitan fisik
(onak duri) dan sakit (alergi) pada satwa maupun manusia, kadang2 menyebabkan
kematian
|
2
|
Rendah
|
Tumbuhan ini dapat menyebabkan kesakitan ringan pada
satwa maupun manusia tetapi segera hilang
|
1
|
Tidak ada
|
Tumbuhan tidak berpengaruh pada kesehatan satwa mapun
manusia
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
.
Pertanyaan ini ingin melihat bagaimana tumbuhan invasif itu
mempengaruhi kesehatan hewan (ternak maupun satwa liar) dan manusia. Perhatikan
bahwa apabila tumbuhan invasif itu beracun non-palatable. Abaikan pengaruh
kelaparan karena pertumbuhan rumput yang turun atau kesulitan mencapat daerah
padang rumput, karena itu sudah dicakup dalam pertanyaan 2 dan 4. Tumbuhan
invasif yang berpengaruh pada kesehatan hewan atau manusia misalnya kecubung (Datura metel L.)
Pertanyaan berikut di bawah ini untuk mengerti
apakah tumbuhan invasif itu berpengaruh atau berdampak besar dalam jangka
panjang pada tanah dan lingkungan. Pengaruh ini mungkin menguntungkan atau
merugikan. Dampak atau pengaruh itu akan terlihat ketika tumbuhan invasif itu
merubah struktur vegetasi seperti invasi tumbuhan berkayu misalnya Acacia
nilotica pada savanna di Taman Nasional Baluran. Keputusan adanya dampak besar itu harus
didukung dengan data atau studi ilmiah
atau setidaknya berdasarkan pendapat ahli.
6. Apakah tumbuhan invasif itu berpengaruh
besar positif /negatif pada kesehatan lingkungan?
|
||||
Pengaruh besar
positif
|
Pengaruh besar negatif
|
Berpengaruh kecil
/tidak ada
|
Tidak tahu
|
|
SKOR (a) – (f) :
|
-1
|
1
|
0
|
?
|
(a). Makanan/naungan?
|
Tumbuhan invasif berpengaruh negatif misalnya Digitaria
ciliaris yang menjadi inang blas pada padi, sedang yang berpengaruh
positif misalnya Cassia cobanensis,
Antigonon leptopus, Turnera subulata, Euphorbia heterophylla,
yang menyediakan nectar bagi serangga parasitoid dari ulat kantong (Metisa plana, Pteroma pendula, Mahasena
corbeti) yang menyerang kelapa sawit.
|
|||
(b). Rezim api?
|
Ini meliputi perubahan frekuensi, intensitas dan/atau
timing kebakaran. Misalnya invasi Chromolaena
odorata di hutan sekunder yang membuat hutan rentan kebakaran
|
|||
(c). Meningkatkan
unsur hara?
|
Leguminosae seperti Acacia nilotica meningkatkan kandungan unsur hara tanah, walupun
menguntungkan bagi pertanian, tetapi memfasilitasi invasi gulma lain, seperti
Thespesia lampas, Bidens biternata, Aciranthes
aspera dsb.
|
|||
(d). Salinitas tanah?
|
Apakah daun tumbuhan invasif mengandung garam tinggi?
Dekomposisi daun seperti ini mengingkatkan salinas tanah permukaan
|
|||
(e) Stabilitas
tanah?
|
Apakah tumbuhan ini meningkatkan erosi tanah atau
sedimentasi waduk?
|
|||
(f). Permukaan air tanah?
|
Apakah tumbuhan invasif ini menaikkan atau menurunkan
permukaan air tanah? Apakah ini dampak negatif atau positif?
|
|||
Jumlah (a+b+c+d+e+f)
|
>3
|
2-3
|
1
|
Nol atau kurang
|
Skor untuk (6)
|
3
|
2
|
1
|
0
|
1.3.
POTENSI DISTRIBUSI
Seksi ini melihat
pada berapa besar kemungkinan pemanfaatan lahan itu mengandung
resiko diinvasi oleh tumbuhan
invasif itu. Ini tergantung pada preferensi
iklim dan tanah bagi tumbuhan invasif itu. Misalnya beberapa tumbuhan
invasif mungkin hanya sesuai pada daerah dengan curah hujan tinggi, atau hanya
sesui pada tanah alkalin ( pH tinggi). Perbedaan
dalam pemanfaatan lahan juga harus dipertimbangkan. Misalnya pemanfaatan
lahan untuk perkebunan, tumbuhan invasif
menjadi masalah di perkebunan tebu misalnya tetapi tidak demikian pada
perkebunan karet. Skor ini juga harus mempertimbangkan dimana tumbuhan invasif
itu akan tumbuh mencapai kerapatan sedemikian sehingga memperoleh skor
dampak. Artinya kalau anda mengasumsikan
bahwa hanya apabila populasi tinggi akan memperoleh skor, abaikan daerah dimana
tumbuhan invasif itu hanya akan ada dalam populasi rendah, ketika menentukan
distribusi potensial. Pertanyaan ini paling baik dijawab dengan peta topografi, pemanfaatnan lahan dan
tanah dari daerah yang dievaluasi.
Data spasial itu dapat diperoleh dari GeoEye dan Landsat ETM-7 yang setelah peta vegetasi selesai dibangun dapat
dianalisis dengan ArcView, seperti diuraikan dalam pemetaan A. nilotica oleh Setiabudi et al (2013).
Kalau memakai peta
langkah berikut mungkin dapat membantu mengestimasikan persen daerah dari
sistem pemanfaatan lahan yang sesuai untuk tumbuhan invasif itu:
1.
Petakan pemanfaatan lahan dimeja gambar
anda. Kalau tidak mempunyai peta pemanfaatan lahan anda dapat memperkirakan
dari peta topografi dengan mempatkan lembar plastik transparan diatas peta
topografi itu lalu mengaransir atau menghitamkan daerah pemanfaatan lahan dari
peta
2. Perhatikan kesesuaian iklim dan tanah bagi
tumbuhan invasif, dan tipe vegetasi/tanaman budidaya/atau savanna dalam sistem
pemanfaatan lahan dimana tumbuhan invasif itu sesuai. Letakkan lembar plastik
transparan diatas peta pemanfaatan lahan dan aransir atau hitamkan daerah
pemanfaatan lahan yang sesuai bagi pertumbuhan species invasif itu..
3. Bandingkan peta tumbuhan invasif dan peta
pemanfaatan lahan untuk mengestimasikan persentase lahan yang dimanfaatan yang
sesuai untuk tumbuhan invasif . Lalu jawab pertanyaan dibawah ini.
Dengan peta
tadi berapa persen lahan yang dimanfaatkan itu sesuai untuk
pertumbuhan tumbuhan invasif
|
SKOR
|
|
>80% lahan
sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 80% lahan
yang diuji
|
10
|
60-80% lahan sesuai
|
Tumbuahn invasif berpotensi menyebar pada 60-80%
lahan
|
8
|
40-60% lahan sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 40-60 lahan
|
6
|
20-40% lahan sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 20-40%
lahan
|
4
|
10-20% lahan sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 10-20%
lahan
|
2
|
5-10% lahan sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 5 – 10 %
lahan
|
1
|
1-5% lahan sesuai
|
Tumbuhan invasif berpotensi menyebar pada 1-5% lahan
|
0,5
|
Tidak sesuai
|
Tumbuhan invasif tidak sesuai dengan kondisi di lahan
yang diuji
|
0
|
Tidak tahu
|
?
|
NILAI RESIKO TUMBUHAN INVASIF SECARA KOMPARATIF
Skor atau nilai analisis resiko
dikalkulasi dengan menyesuaikan skor atau nilai keinvasifan, dampak dan potensi
distribusi pada skala 0-10 dan kemudian mengkalikan nilai nilai ini . Resiko
tumbuhan invasif ini nilainya maksimum 1000, dan minimum 0 .
|
Memilahkan skor atau nilai ini dalam interval 20%
memberikan klasifikasi resiko tumbuhan invasif sebagai berikut :
Interval Frequensi
|
Nilai resiko
|
Resiko Tumb. Invasif
|
80 – 100% (skor 20% pertama)
|
>192
|
Sangat tinggi
|
60 – 80%
|
<192
|
Tinggi
|
40 – 60%
|
<101
|
Medium
|
20 – 40%
|
<39
|
Rendah
|
0 – 20% (skor 20% terendah)
|
<13
|
Diabaikan
|
Skor
diatas hanya untuk satu tipe sistem pemanfaatan lahan. Pemanfaatan lahan berbeda nilainya dan
berbeda satu dengan yang lain dan sukar untuk mengukurnya. Misalnya skor resiko tumbuhan invasif untuk lahan pertanian
lebih rendah dibandingkan dengan sistem pemanfaatan lahan yang lain, ini
mungkin karena tingkat pengelolaan tumbihan invasif di lahan pertanian itu
lebih tinggi, bukan berarti bahwa tumbuhan invasif di lahan pertanian itu tidak
penting.

Mengapa mengalikan nilai atau skor keinvasifan, dampak dan potensi
distribusi ?
Mengkalikan memberikan sebaran yang lebih
lebar dari skor, daripada pertambahan
(misalnya sebaran dari 0-1000, dibandingkan dengan 0-30)
Mengkalikan adalah logis karena ini
interaksi antar kriteria. Misalnya dampak dari suatu tumbuhan invasif dapat
diukur dalam rupiah per hektar pertahun, distribusi potensial diukur dalam
hektar, dan keinvasifan (yaitu laju penyebaran) adalah ukuran dalam arti
penambahan hektar dibandingkan hektar tahun sebelumnya.
Dampak X potensi distribusi X keinvasifan
(Rp/hektar/tahun) ( hektar) ( hektar th.ini/hektar th.lalu)
Ketika
mengkalikan besaran diatas, semua unit hektar akan terkensel sehingga
pentingnya tumbuhan invasif diukur dalam rupiah pertahun. Dalam mengkalikan
skor kriteria keinvasifan, dampak dan potensi distribusi, kita mengikuti
kalkulasi diatas tanpa menyertakan nilai dolar maupun hektar.
II.
FISIBILITAS PENGELOLAAN
Pertanyaan tentang
fisibiltas pengelolaan dibagi menjadi tiga kriteria utama, biaya kontrol, distribusi
tumbuhan invasif dan persistensi pengendalian(kontrol). Biaya
kontrol meliputi biaya pengelolaan deteksi, biaya kontrol riel di lapang,
dan keperluan penguatan dan pendidikan. Distribusi
mempertimbangkan seberapa luas penyebaran tumbuhan invasif itu. Persisten
mengacu pada periode dimana hasilnya bisa bertahan. Nilai atau skor setiap kriteria ini dikalikan
(masing-masing bervariasi dari 0 – 10) untuk memberikan nilai fisibilitas
sebagai pecahan dari 1000. Kemudian bisa dihitung fisibilitas pengendalian
untuk sistem pemanfaatan lahan yang sedang diuji, agar dapat dibandingkan
langsung dengan skor atau nilai resiko tumbuhan invasif dari sistem pemanfaatan
lahan yang sama untuk menentukan
prioritas kontrol.
Bagi pertanyaan berikut ini nilai atau skor
yang lebih tinggi menunjukkan fisibilitas pengelolaan yang lebih rendah .
2.1. BIAYA
KONTROL

1.
Bagaimana
mudah tumbuhan invasif ini dideteksi
|
Total
(a
+ b + c + d)
|
SKOR
|
|||
(a). Tinggi saat dewasa
|
(b). Ada pertumbuhan tajuk
|
7
atau 8
|
3
|
||
□
<0,5 m
2
|
□ < 4 bulan 2
|
5
atau 6
|
2
|
||
□
0,5 – 2 m 1
|
□ 4 – 8 bulan 1
|
3
atau 4
|
1
|
||
□
> 2 m
0
|
□ > 8 bulan 0
|
0,1
atau 2
|
0
|
||
□
tidak tahu ?
|
□ tidak tahu ?
|
Tidak
tahu
|
?
|
||
(c).fitur pembeda
|
(d). Tinggi pra reproduksi relatif terhadap vegetasi lain
|
||||
□
tidak ada 2
|
□ dibawah kanopi 2
|
||||
□
kadang berbeda 1
|
□ tinggi sama 1
|
||||
□
selalu berbeda 0
|
□ diatas kanopi 0
|
||||
□
tidak tahu ?
|
□ tidak tahu ?
|
||||
Pertanyaan ini mengindikasikan biaya menemukan infestasi tumbuhan
invasif. Bagian (a), (b) dan (c) terkait dengan infestasi baru.
Bagian (d) terkait dengan penemuan dan
tindakan terhadap tumbuhan sebelum reproduksi.
(a) Tumbuhan yang lebih tinggi
dapat dilihat dari jarak lebih jauh.
(b) Pertumbuhan
tajuk mempertimbangkan kapan tajuk kelihatan ( hidup atau mati). Tumbuhan semusim
dan beberapa menahun (misalnya , banyak tumbuhan semusim di savanna yang tidak
kelihatan ketika musim kering seperti Bidens biternata atau yang menahun
seperti Chromolaena odorata yang tidak nampak karena sudah kering mati
setelah berbunga dan berbuah)
(c) Fitur
yang membedakan meliputi penampakan, bau daun, bunga dan buah. Ini
mengindikasikan bagaimana nampak jelas tumbuhan invasif diantara vegetasi lain.
Misalnya bentuk dan lembaran daun Thespesia lampas yang lebar berbeda
dengan daun rumput dalam savanna.
(d) Tinggi pra- reproduktif mengacu pada bagaimana
menemukan tumbuhan invasif untuk dikontrol sebelum menghasilkan biji atau
membentuk umbi. Kontrol harus dilaksanakan sebelum reproduksi kalau eradikasi
lokal yang dikehendaki. Tinggi pra-reproduktif biasanya lebih rendah daripada
pada saat dewasa ( maturity) dan tumbuhan invasif itu akan tumbuh bersama
diantara vegetasi lain. Olehkarena itu
tinggi tumbuhan invasif dideskripsikan relatif terhadap tinggi kanopi dari
vegetasi lain. Misalnya ketika mempertimbangkan tumbuhan invasif pada sistem
pemanfaatan lahan rotasi tanaman budidaya/ padang rumput maka kanopi adalah
tinggi dari tanaman budidaya.
2.
Seperti
apa secara umum aksesabilitas infestasi yang telah diketahui
|
SKOR
|
|
□
Rendah
|
Sebagian besar lokasi infestasi
sukar diakses
|
2
|
□ Mdium
|
Sebagian besar lokasi dapat diakses
|
1
|
□
Tinggi
|
Seluruh infestasi dapat diakses
|
0
|
□
tidak ada
|
Tidak diketahui ada tumbuan invasif
di lokasi yang diuji
|
0
|
□ tidak tahu
|
?
|
|
Lokasi mungkin susah dicapai karena kemiringan, berbebatuan, vegetasi yang
padat dan/atau permukaan air. Ini akan memperlambat pencarian dan aktivitas
kontrol. Mungkin ada perbedaan aksesabilitas karena musim (misalnya musim
kering sungai dapat dilewati), tetapi jawablah pertanyaan2 itu dalam pengertian
pencarian dan waktu kontrol tumbuhan invasif itu optimal.
3. Berapa
mahalkah biaya kontrol tumbuhan invasif dngan memakai tehnik yang
memaksimumkan efikasi dan meminimkan kerusakan non target
|
SKOR
|
||
(a). Biaya
kimia, bahan bakar, dan peralatan untuk operasi
|
(b). Biaya
buruh
|
Jumlah (a + b)
|
(Sebaran 0–8)
|
□ Tinggi sekali 4
|
□ Tinggi sekali 4
|
7 - 8
|
3
|
□ Tinggi 3
|
□ Tinggi 3
|
5 – 6
|
2
|
□ Medium 2
|
□ Medium 2
|
3 – 4
|
1
|
□ Rendah 1
|
□ Rendah 1
|
0
– 2
|
0
|
□ Tidak sesuai 0
|
□ Tidak sesuai 0
|
□
tidak tahu
|
?
|
□ tidak tahu ?
|
□ tidak tahu ?
|
Pilih kategori biaya (A, B atau C) untuk sistim pemanfaatan lahan yang diuji.
Ini memungkinkan estimasi biaya kontrol secara realistik.
|
Herbisida adalah bahan utama untuk mengendalikan tumbuhan invasif.
Pengendalian secara fisik berupa pemangkasan/ pemotongan batang, pendongkelan
dengan pengungkit, buldozer misalnya.
Jangan dihitung biaya kapital untuk
membeli peralatan .
4. Seperti
apa tingkat kerjasama pemangku kepentingan dalam area terinvasi?
|
SKOR
|
|
□
rendah
|
Pengendalian tumbuhan invasif tidak dilakukan.
Biaya dan teknik tdk tersedia
|
2
|
□ medium
|
Perlu perobahan metoda pengendalian, biaya dan
teknik tersedia
|
1
|
□
tinggi
|
Perlu sedikit perubahan saja untuk mengendalian
tumbuhan invasif
|
0
|
□
tidak tau
|
?
|
Disamping dari biaya di lapang mencakup
pencarian dan kontrol tumbuhan invasif, suatu
program pengendalian terkoordinasi akan mempunyai jangkauan luas
meliputi biaya extensi/ pendidikan, penguatan manajemen proyek dan
administrasi. Kemudahan me motivasi dan mengkoordinasi para pemangku
kepentingan dalam proyek yang sedang berlangsung, bervariasi dengan sistem
pemanfaatan lahan, terutama sehubungan dengan kapasitas finansial utnuk
menunjang program pengendalian.
2.2. DISTRIBUSI
TUMBUHAN INVASIF SAAT INI
Istilah
ini untuk membedakan dengan “potensi
distribusi” ketika menghitung resiko tumbuhan invasif, sedang “distribusi saat ini” adalah distribusi riel di lapang. Seksi ini mencoba menilai seberapa luas tumbuhan invasif saat ini
tersebar didaerah yang akan dikendalikan. Ini mempertimbangkan proporsi invasi
dari lahan yang dikelola dan keseluruhan pola invasi dalam kawasan
sistem pemanfaatan lahan yang kita kaji. Disini dibedakan antara “lahan yang
dikelola” dan lahan diluar lahan yang dikelola tetapi masih ada dalam sistem
pemanfaatan lahan yang dikaji.
5. Berapa persen dari lahan yang dikelola diinvasi oleh tumbuhan
Invasif saat ini dan dari
keseluruhan sistem pemanfaatan lahan ?
|
SKOR
|
|
□
> 80% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif itu menginvasi >80% lahan yang dikelola
dalam sistem pemanfaatan lahan yang dievaluasi
|
10
|
□ 60–80% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 60 -
80% lahan
|
8
|
□
40–60% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 40 –
60% lahan
|
6
|
□
20–40% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 20 -
40% lahan
|
4
|
□
10–20% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 10 –
20% lahan
|
2
|
□
5–10% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 5 - 10%
lahan
|
1
|
□ 1 –
5% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi 1 – 5%
lahan
|
0,5
|
□
< 1% lahan terinvasi
|
Tumbuhan invasif menginvasi lahan
yang dikelola tapi kurang dari 1%
|
0,1
|
□
0% lahan terinvasi dan
20–40%
di luar sistem
|
Tumbuhan invasif tdk ada di lahan
yang dikelola tapi menginvasi 20 - 40
% di kawasan sistem pemanfaatan lahan
|
2
|
□
0% lahan terinvasi dan
10 – 20% di luar sistem
|
Tumbuhan invasif tdk ada di lahan
yang dikelola tapi menginvasi 10 - 20
% di kawasan sistem pemanfaatan lahan
|
1
|
□
0% lahan terinvasi dan
5 –10% di luar sistem
|
Tumbuhan invasif tdk ada di lahan
yang dikelola tapi menginvasi 5 - 10 %
di kawasan sistem pemanfaatan lahan
|
0,5
|
□
0% lahan terinvasi dan
1–5% di luar sistem
|
Tumbuhan invasif tdk ada di lahan
yang dikelola tapi menginvasi 1 - 5 %
di kawasan sistem pemanfaatan lahan
|
0,1
|
□ 0% lahan terinvasi dan
< 1% di luar sistem
|
Tumbuhan invasif tdk ada di lahan
yang dikelola dan menginvasi kurang dari 1 % di kawasan sistem pemanfaatan
lahan
|
0,05
|
□
0% dalam sistem
|
Tumbuhan invasif itu tidak ada
dalam sistem pemanfaatan yang sedang dievaluasi
|
0
|
□
tidak tahu
|
?
|
Tujuan containment (isolasi) adalah mencegah penyebaran tumbuhan
invasif pada sistem pemanfaatan lahan yang rentan. Makin besar areal yang terinvasi relatif
terhadap lahan yang dikelola makin kecil fisibilitasnya untuk isolasi. Dalam
tabel diatas diasumsikan bahwa kemungkinannya kecil sekali bahwa tumbuhan
invasif yang telah menginvasi 40% dari kawasan pemanfaatan lahan tidak
ditemukan dalam lahan yang dikelola.
2.Seperti apa pola distribusi
tumbuhan invasif dalam sistem pemanfaatan lahan ?
|
SKOR
|
|
□ Tersebar luas
|
Tumbuhan invasif ditemukan dalam infetasi
besar dan kecil diseluruh daerah sistem pemanfaatan lahan
|
2
|
□ Terpencar merata
|
Tumbuhan invasif ditemukan sebagai infestasi
kecil tersebar disebagian besar sistem pengelolaan lahan
|
1
|
□ Terbatas
|
Tumbuhan invasif terlokalisir hanya pada
beberapa lokasi dalam keseluruhan sistem pemanfaatan lahan, tidak
ternaturalisasi
|
0
|
□ Tidak ditemuka
|
Tumbuhan invasif itu tidak ada dalam sistem
pemanfaatan lahan yang dikaji
|
0
|
□ Tidak tahu
|
?
|
Suatu tumbuhan invasif yang tersebar luas akan lebih sukar untuk
dikendalikan daripada yang penyebarannya terbatas padaatau devisi dari suatu
sistem pemanfaatan lahan. Pada kondisi
pertama akan lebih luas areal yang terinvasi melibatkan berbagai variasi
lingkungan sehingga juga akan mengancam areal yang lebih luas.
2.3.
PERSISTENSI
Seksi ini
mengindikasikan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengeradikasi tumbuhan
invasif itu. Ini ini mempertimbangkan efikasi target pengendalian, umur
reproduksi, lamanya bank biji dan kemungkinan pemencaran.
1.
Berapa efektifkah pengendalian yang
ditargetkan pada infestasi tumbuhan invasif itu?
|
SKOR
|
|
□ Rendah
|
Lebih dari 25% tumbuhan invasif dari target
tahunan, survive
|
3
|
□ Medium
|
Sampai 25% tumbuhan invasif dari target
tahunan survive
|
2
|
□ Tinggi
|
Sampai 5% tumbuhan invasif dari target
tahunan survive
|
1
|
□ Sangat tinggi
|
Sampai 1% tumbuhan invasif dari target
tahunan survive
|
0
|
□ Tidak tahu
|
?
|
Apakah perlakuan herbisida atau metoda fisik lainnya dengan biaya yang
telah disiapkan itu mematikan seluruh tumbuhan invasif dalam infestasi itu?
Efikasi dapat turun karena :
·
Toleransi terhadap atau recovery dari perlakuan.
·
Perlakuan yang tidak sempurna ( beberapa individu
tidak terkena perlakuan)
·
Regenerasi vegetatif ( misalnya A.nilotica
yang tumbuh kembai)
·
“pertumbuhan dari biji ”
2. Berapakah periode minimum untuk reproduksi seksual
atau propagul vegetatif?
|
SKOR
|
|
□ < 1 bulan
|
Minimum waktu
generasi < 1 bulan
|
3
|
□ <1 tahun
|
Minimum waktu
generasi < 1 tahun
|
2
|
□ < 2 tahun
|
Minimum waktu
generasi < 2 bulan
|
1
|
□ > 2 tahun
|
Minimum waktu
generasi 2 tahun
|
0
|
□ Tidak tahu
|
?
|
Makin pendek periode ke fase reproduksi, makin tinggi frekuensi perlakuan
pengendalian yang diperlukan dan makin besar peluang tumbuhan invasif itu tidak terkena sebelum reproduksi. Tumbuhan
akuatik seperti Salvinia molesta
dapat bereproduksi secara vegetatif dengan sangat cepat.
3. Berapakah
lama maksimum propagul seksual maupun
vegetatif tetap viabel? *
|
SKOR
|
|
□
> 5 tahun
|
Propagul seksual atau vegetatif dapat dorman setidaknya selama 5 th
|
2
|
□ 2 – 5 tahun
|
Propagul seksual atau vegetatif dapat dorman selama 2 - 5 th
|
1
|
□
< 2 tahun
|
Propagul seksual atau vegetatif dapat dorman kurang dari 5 th
|
0
|
□
Tidak tahu
|
?
|
* Lamanya bank biji didalam tanah adalah penentu utama
berapa lama infestasi harus dikendalikan
untuk menentukan keberhasilan
eradikasi
4.Berapa besar kemungkinan
propagul baru tetap datang pada lokasi yang dikaji atau mulai menginisiasi infestasi baru?
|
Total (a +b)
|
SKOR
|
||
(a).
Penyebaran jarak jauh secara alamiah
|
(b). Tumbuh
|
4
|
3
|
|
□
sering
2
|
□
Biasanya ditanam
2
|
2-3
|
2
|
|
□ kadang kadang 1
|
□ kadang kadang ditanam 1
|
1
|
1
|
|
□
jarang
0
|
□
tidak ditanam
0
|
0
|
0
|
|
□
tidak tahu
?
|
□
tidak tahu
?
|
Tidak tahu
|
?
|
SKOR FISIBILITAS PENGELOLAAN
Skor
fisibilitas pengelolaan dihitung dengan menyesuaikan skor biaya pengendalian,
distribusi dan persistensi kedalam sebaran skor dari 0 – 10 dan mengalikannya
satu dengan lainnya. Fisibilitas pengelolaan akan mempunyai nilai maksimum
1000, dan minimum 0.
|
Dengan
memecah skor Fisibilitas Pengelolaan ini dalam interval 20% akan diperoleh
batas klasifikasi Fisibilitas Pengelolaan sebagai berikut:
Frekuensi
sebaran
|
Skor
Fisibilitas
|
Fisibilitas Pengelolaan
|
80 -100% (20% skor teratas)
|
> 113
|
tidak berarti
|
60 – 80%
|
<113
|
rendah
|
40 – 60%
|
< 56
|
medium
|
20 – 10%
|
< 31
|
tinggi
|
0 – 20% ( 20% skor terbawah)
|
< 14
|
sangat tinggi
|
|
III.
MENENTUKAN
PRIORITAS PENGELOLAAN
Matrix berikut ini
memberikan panduan aksi strategis pengelolaan tumbuhan invasif yang tepat.
Species tumbuhan invasif yang berbeda akan kelihatan berada pada posisi
yang berbeda dalam matriks, berdasarkan skor resiko dan fisibilitas
pengelolaannya. Setiap sistem pemanfaatan lahan akan mempunyai matriks
tersendiri.
Resiko
Tumbuhan
Invasif
|
Fisibilitas pengelolaan
|
|||||
Diabaikan
> 113
|
Rendah
> 56
|
Medium
> 31
|
Tinggi
> 14
|
Tinggi sekali
< 14
|
||
Diabaikan
< 14
|
AKSI TERBATAS
|
AKSI TERBATAS
|
AKSI TERBATAS
|
AKSI TERBATAS
|
MONITOR
|
|
Rendah
< 39
|
AKSI TERBATAS
|
AKSI TERBATAS
|
AKSI TERBATAS
|
MONITOR
|
MONITOR
|
|
Medium
< 101
|
KELOLA SITUS
|
KELOLA SITUS
|
KELOLA SITUS
|
MELINDUNGI SITUS
|
MENCEGAH PENYEBARAN
|
![]() |
Tinggi
< 192
|
KELOLA TUMBUHAN INVASIF
|
KELOLA TUMBUHAN INVASIF
|
MELINDUNGI SITUS
|
MENCEGAH PENYEBARAN
|
MUSNAHKAN INFESTASI
|
|
Sangat tinggi
> 192
|
KELOLA TUMBUHAN
INVASIF
|
Lindungi Situs & Kelola Tumb. invasif
|
MENCEGAH PENYEBARAN
|
MUSNAHKAN INFESTASI
|
ERADIKASI
|
Berikut ini prinsip
panduan untuk setiap kategori pengelolaan di dalam matriks. Pada skala lansekap
prinsip ini perlu diinterpretasikan dalam pengertian keluaran yang berbeda
untuk setiap sistem pemanfaatan lahan, bagi setiap species tumbuhan invasif
yang berbeda. Misalnya suatu tumbuhan invasif mendapat ranking “musnahkan
infestasi” pada suatu sistem pemanfaatan lahan, dan “aksi terbatas” pada sistem
pemanfaatan lahan yang lain. Dalam hal ini pengendalian terkoordinasi masih
diperlukan pada kasus pemanfaatan lahan yang belakangan untuk memungkinkan
proteksi pemanfaatan lahan yang pertama. Istilah “Daerah Pengelolaan” dapat
saja dipakai untuk skala spasial yang berbeda, mis. Level Nasional, Regional,
sistem pemanfaatan lahan.
SIAGA
Species tumbuhan invasif yang diketahui tidak ada di
daerah pengelolaan dan menjadi ancaman nyata mendapat skor “0”dalam Fisibilitas
Pengelolaan karena ketidakberadaan didaerah itu.
Pengelolaan kategori SIAGA ini bertujuan untuk mencegah
datang dan mapannya species itu:
·
Mencegah
masuk kedalam daerah pengelolaan
·
Pengamatan
berkelanjutan untuk serangan tumbuhan invasif (misal inspeksi nurseri)
·
Pelatihan
aktivitas kesadaran masyarakat agar dapat melakukan deteksi dini
ERADIKASI
Bertujuan untuk memusnahkan tumbuhan invasif dari daerah pengelolaan
· Pengamatan dan
pemetaan detail untuk menentukan lokasi dari invasi.
· Memusnahkan semua
infestasi meliputi bank biji
· Mencegah
pemasukan kedalam dan perdagangan didalam
daerah pengelolaan
· Melarang menanam
dan mengkultivasi tumbuhan invasif
· Monitor
perkembangan program eradikasi
MUSNAHKAN INFESTASI
Bertujuan mengurangi secara signifikan
species tumbuhan invasif di dalam daerah pengelolaan
·
Pengamatan
dan Pemetaan detail untuk melokasi semua infestasi .
·
Musnahkan
semua infestasi, ditujukan untuk eradikasi lokal pada daerah yang fisibel
·
Mencegah
pemasukan kedalam dan gerakan dan
perdagangan di dalam daerah pengelolaan.
·
Melarang
menanam
·
Memonitor
progres reduksi.
MENCEGAH PENYEBARAN
Bertujuan mencegah penyebaran yang terjadi
dari tumbuhan invasif di dalam daerah pengelolaan
·
Pengamatan
dan pemetaan untuk melokasi semua infestasi pada seluruh unit lokasi
(kepemilikan lahan, desa, unit subsistem dalam ekosistem dsb.)
·
Kendalikan
semua infestasi untuk mengurangi kerapatan tumbuhan invasif secara signifikan.
·
Mencegah
pemasukan ke dan gerakan dan perdagangan didalam daerah pengelolaan
·
Tidak
mengisinkan penyebaran (kalau ditanam)
·
Monitor
perubahan dari distribusi yang ada.
MELINDUNGI
SITUS
Bertujuan untuk mencegah penyebaran
tumbuhan invasif kedalam situs kunci/ aset dng nilai ekonomi tinggi, lingkungan
dan/atau sosial.
·
Tumbuhan
invasif mungkin berada pada distribusi terbatas dan hanya
mengancam pada industri/habitat
terbatas (resiko tumbuhan invasif rendah).
Atau tumbuhan invasif itu mungkin lebih tersebar luas tetapi belum
menginvasi /berdampak pada banyak industri/ habitat ( resiko tumbuhan invasif
yang lebih besar).
·
Pengamatan
dan pemetaan untuk menentukan lokasi semua daerah terinvasi.
·
Mengindentifikasi
situs kunci /aset di dalam daerah pengelolaan .
·
Pengelolaan
infestasi pada areal dekat situs
kunci/aset yang bertujuan untuk mengurangi kerapatan tumbuhan invasif secara
signifikan.
·
Membatasi
gerakan dan perdagangan species tumbuhan invasif dalam daerah pengelolaan.
·
Mencegah
pnyebaran tumbuhan invasif yang dikultivasi (kalau ditanam) g berdekatan dengan
sirus kunci.
·
Monitor
perubahan distribusi saat ini didalam dan yang berdekatan dengan situs kunci.
MENGLOLA TUMBUHAN
INVASIF
Bertujuan untuk mereduksi dampak ekonomi,
lingkungan dan/atau sosial secara
keseluruhan dari tumbuhan invasif melalui pengelolaan target.
·
Penelitian
dan pengembangan paket Pengelolaan Tumbuhan Invasif secara Terpadu (PTIT)
meliputi pemakaian herbisida dan pengendalian hayati yang mana yang lebih
fisibel
·
Mempromosikan
paket PTIT pada pemangku kepentingan (termasuk pemilik lahan)
·
Monitor
penurunan dampak tumbuhan invasif karena perbaikan pengelolaan
·
Identifikasi
situs kunci/aset dalam daerah pengelolaan dan pastikan kecukupan sumberdaya
untuk mengelola tumbuhan invasif
MENGELOLA
SITUS
Bertujuan untuk menjaga nilai ekonomi.
lingkungan dan/atau sosial secara keseluruhan dari situs kunci/ aset melalui
perbaikan pengelolaan Tumbuhan Invasif secara umum.
·
Promosikan
prinsip umum PTIT kepada pemangku kepentingan meliputi seperangkat teknik
metoda pengendalian, menjaga kemampuan
kompetisi dari vegetasi alam/tanaman budidaya/pastur, kesehatan dan rencana
pengelolaan sistem pemanfaatan lahan.
·
Identifikasi
situs kunci/aset di dalam daerah pengelolaan dan pastikan kecukupan sumberdaya
untuk megelola ini dan menjaga nilai aset tersebut.
·
Perluas
fokus diluar masalah tumbuhan invasif pada semua proses yang
mengancam
MONITOR
Bertujuan untuk mendeteksi perubahan
signifikan resiko species umbuhan invasif. Monitor penyebaran species dan
review perobahan yang ada dalam
keinvasifan species tumbuhan
AKSI TERBATAS
Species tumbuhan invasif hanya akan
ditargetkan untuk pengendalian terkoordinasi dalam daerah pengelolaan apabila
keberadaan secara lokal membuat species ini kemungkinan menyebar pada sistem
pemanfaatan lahan yang diranking sebagai
prioritas tinggi.
·
Ambil
tindakan untuk mengendalikan kalau diperlukan untuk keuntungan sistem
pemanfaatan lahan yang berada dalam resiko untuk diinvasi.
·
Kalau
tidak, saran terbatas pada pengelola,
apabila diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Downey,
P.O., Johnson, J.G. Virtue & P.A. Williams. 2010. Assessing risk across the
spectrum of weed management. CAB Reviews: Perspective in Agriculture,
Veterinary Science, Nutrition and Natural Resources 2010 5, No. 038. (www.cabi.org/cabreviews)
Soerjani,
M. 1977. Weed Management and Weed Science Development in Indonesia. Proceedings
of 6th APWSS Conference, Jakarta, Indonesia, 11-17 July 1977. Vol I: 31-41.
Tjitrosoedirdjo
et al. 2010. Allocating priorities to
invasive plant species for their management in Indonesia. Journal Gulma &
Tumbuhan Invasif Tropika 2(1): 20-27.
Virtue,
J.G. and R.L. Melland. 2003. The environmental weed risk of revegetation and
forestry plants. DWLBC Report 2003/02.
The Department of Water, Land and Biodiversity Conservation. (www.dwlbc.sa.gov.au)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar