Rabu, 01 April 2015

PEMBINAAN HABITAT OWA JAWA DI TNGGP



PEMBINAAN HABITAT OWA JAWA DI TNGGP
Oleh:
Novianto Bambang W 
Rini Rismayani 



A. Pendahuluan

Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu jenis owa yang paling terbatas penyebarannya di alam.  Distribusi Owa Jawa hanya pada hutan-hutan Jawa bagian Barat, dan menyebabkan satwa ini merupakan primata endemik Jawa bagian Barat.  Owa Jawa telah dilindungi sejak tahun 1931 berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar 1931 Nomor 134, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.  Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1999, disebutkan bahwa semua jenis primata Famili Hylobatidae, termasuk Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan satwa yang dilindungi.  Dalam Red Data Book IUCN, Owa Jawa termasuk dalam kategori Endangered species atau genting yaitu jenis-jenis satwa yang terancam kepunahan dan tidak akan dapat bertahan tanpa upaya perlindungan yang ketat untuk menyelamatkan kelangsungan hidupnya.  Selain itu, Owa Jawa masuk dalam daftar Appendix I the Convention on International Trade for Endangered Species for Flora and Fauna (CITES), yang berarti satwa ini termasuk ke dalam kategori endangered species atau genting serta tidak boleh diperdagangkan secara komersial.

Adanya gangguan hutan seperti perambahan dan penebangan pohon secara illegal akan berdampak pada hilangnya pohon-pohon penting bagi kehidupan Owa Jawa. Sebagai satwa arboreal, kehidupan Owa Jawa sangat tergantung pada vegetasi yang ada di habitatnya, terutama pohon pakan dan pohon tidur.  Tidak dapat dipungkiri, bahwa tekanan terhadap kawasan TNGP, terutama di habitat Owa Jawa dapat mengancam keberadaan Owa Jawa di alam.  Salah satu upaya yang dipandang strategis dalam mempertahankan kelestarian Owa Jawa adalah melalui pembinaan habitat alami Owa Jawa, disamping upaya lain seperti penangkaran dan lain-lain. 


B. Upaya Pembinaan Habitat Owa di TNGP
     
      1.  Studi Awal

Sebelum melaksanakan kegiatan pembinaan habitat diperlukan sebuah studi pendahuluan.  Studi ini diperlukan sebagai dasar dalam penyusunan rencana kegiatan pembinaan habitat.  Adapun data dan informasi yang harus dikumpulkan dalam studi awal ini meliputi:

a.       Pengumpulan data hasil inventarisasi populasi 0wa Jawa, yang meliputi jumlah populasi, penyebaran, pergerakan, daerah jelajah dan teritori
b.      Pemetaan terhadap keadaan dan perubahan dari penyebaran, pergerakan, daerah jelajah dan teritori Owa Jawa.
c.       Data hasil pemantauan habitat Owa Jawa terutama mengenai keadaan vegetasi meliputi penutupan vegetasi, distribusi dan kelimpahan pakan owa serta fenologi
d.      Pemetaan terhadap keadaan dan perubahan penutupan vegetasi, distribusi dan kelimpahan pakan Owa Jawa serta fenologi

Data dan informasi tersebut bisa didapatkan dengan penulusuran data sekunder dari laporan-laporan mengenai studi populasi dan habitat owa yang pernah dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Hasil studi pendahuluan ini dapat menentukan kepentingan pelaksanaan pembinaan habitat Owa Jawa serta menentukan skala prioritas kegiatan pembinaan habitat Owa Jawa yang akan dilaksanakan.

Dalam rangka mempertahankan kelestarian owa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango maka diperlukan pemeliharaan dan perkembangan habitat yang tepat.  Untuk mendukung kehidupan populasi yang normal maka harus diperhatikan unsur-unsur habitat yang terdiri dari (Alikodra, 1997;p.228):

a.       Ruangan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan individu dan populasi dengan perilaku yang normal
b.      Pakan, air, udara, cahaya, mineral-mineral dan kebutuhan gizi serta fisiologis lain
c.       Penutup atau pelindung yang memadai
d.      Tapak-tapak untuk membiakkan, membesarkan keturunan, perkecambahan atau penyebaran biji
e.       Perlindungan lokasi yang mewakili nilai sejarah, ilmu geografis, geologis dari berbagai macam gangguan.

Beberapa komponen habitat relatif mudah untuk dikelola, sedangkan yang lain mungkin sangat sulit.  Komponen fisik seperti iklim makro dan air sulit dikelola.  Komponen-komponen biotik umumnya mudah dikelola misalnya vegetasi dapat ditanam dan dipelihara. Vegetasi bagi owa merupakan sumber pakan, tempat berlindung dan membesarkan keturunan.  Dengan kata lain merupakan ruang untuk mendukung pertumbuhan populasi (Alikodra, 1990; p.183).

Program-program pengelolaan habitat yang relatif intensif baru dapat ditetapkan setelah potensi dan keadaan habitat yang diperlukan untuk spesies-spesies satwaliar dapat diketahui (Alikodra, 1990;p.271).

Masyarakat suatu ekosistem dapat rusak oleh berbagai kekuatan yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan fisik yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan fisik dan bergantinya komposisi jenis.  Proses ini disebut kemunduran.  Beberapa tipe perusak yang dapat menimbulkan kemunduran ekosistem adalah: api, tanah longsor, banjir, kekeringan, angin, hama dan penyakit dan adanya penggunaan yang intensif terhadap hijauan oleh herbivora.  Kemunduran ekosistem juga dapat disebabkan bukan karena alam, melainkan misalnya oleh zat-zat kimia beracun, berbagai kegiatan mekanik (pembalakan, pengolahan tanah dsb), penggunaan api, pengeringan rawa ataupun perusakan tanah vegetasi oleh ternak (Alikodra, 1990;p.215).

 


2. Teknik Pembinaan Habitat


Memperhatikan unsur-unsur habitat yang diperlukan oleh satwaliar dan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran habitat maka dalam rangka pembinaan habitat owa di TNGP dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a.  Pengayaan Pohon Pakan dan pohon tidur

Pengayaan pohon pakan dapat dilakukan dengan menambah jumlah pohon pakan atau menambah keragaman jenis pohon pakan.  Dengan ketentuan harus merupakan jenis-jenis asli.  Pengayaan dilakukan dengan melakukan penanaman jenis-jenis pohon pakan dalam kegiatan rehabilitasi lahan bekas bencana maupun rambahan, atau pada rumpang-rumpang hutan yang terjadi karena tumbangnya pohon tua.

Metode pengayaan dapat dilakukan dengan cara alami dan dengan perlakuan (penanaman anakan, stek, dan benih) jenis-jenis pohon pakan.

b.      Pengendalian Spesies Asing Berbahaya

Di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tercatat terdapat 30 jenis spesies asing.  Yang perlu menjadi perhatian adalah spesies-spesies asing yang berbahaya (invasive alien species).  Spesies asing berbahaya adalah spesies yang memiliki perkembangbiakan yang cepat dan menggantikan spesies-spesies asli.  Keadaan ini dapat menimbulkan terjadinya perubahan komposisi vegetasi bahkan dapat memusnahkan spesies asli.

Beberapa spesies asing berbahaya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dapat menimbulkan penurunan kualitas habitat owa adalah pohon  afrika (Maesopsis eminii) dan konyal (Passiflora guberosa)

Jenis pohon afrika umumnya terdapat di kawasan perluasan (Ex perhutani) dan kawasan yang berdekatan dengan perkebunan teh. Pertumbuhan dan penyebaran jenis ini relatif cepat.  Burung dan primata termasuk Owa Jawa turut andil dalam penyebaran bijinya.  Kondisi saat ini, owa menjadikan buah afrika sebagai salah satu pakannya dan melakukan banyak aktivitas di pohon ini karena percabangan pohonnya lebar.

Kecepatan tumbuh pohon afrika mengalahkan kecepatan jenis-jenis asli sehingga lebih banyak menguasai ruang daripada jenis-jenis asli. Perubahan komposisi jenis dapat berakibat penurunan diversitas jenis tumbuhan yang akibatnya mengurangi keragaman jenis pakan Owa Jawa dan merubah komposisi dietnya.

Jenis spesies asing berbahaya lainnya bagi habitat Owa Jawa adalah konyal.  Jenis liana ini menutupi tajuk tanaman inangnya sehingga pertumbuhan dan perbungaan tanaman inang terhambat.  Penutupan tajuk oleh konyal juga menjadikan pohon tersebut tidak dapat dipergunakan untuk pergerakan owa.  Penutupan yang luas dari konyal dapat menyebabkan fragmentasi habitat owa.

Pengendalian jenis pohon afrika yang paling ekstrim adalah dengan menebang seluruh pohon afrika yang berada dalam kawasan. Langkah termudah adalah dengan mencabuti anakan pohon afrika untuk menghambat penyebaran jenis ini.  Pengendalian dominasi pohon afrika diusulkan dengan metode penjarangan dimana batang-batang pohon afrika yang sudah besar dikuliti melingkari batang untuk membunuhnya. Sedangkan untuk pengendalian jenis konyal adalah dengan mematikan akar yang berada di tanah.

Namun, pengendalian jenis asing berbahaya dilakukan setelah adanya hasil pengkajian tentang metoda dan cara mengendalikan jenis asing berbahaya.

c.       Monitoring dan Seleksi Jenis Pionir dalam Rumpang

Terbentuknya rumpang karena adanya pohon tua yang tumbang di hutan alam adalah proses alami.  Kejadian ini memberi kesempatan pada pohon-pohon yang sebelumnya kalah karena ternaungi tidak mendapat sinar matahari agar dapat bersaing dan tumbuh menggantikan pohon besar yang tumbang. 

Monitoring rumpang dalam rangka pembinaan habitat owa bertujuan memberikan informasi yang berkaitan dengan tindakan untuk mengendalikan jenis-jenis pioner yang tumbuh di rumpang tersebut. 

Hasil monitoring akan memberikan rekomendasi mengenai jenis asing yang berbahaya harus dimusnahkan.  Tumbuhan asli yang berpotensi sebagai pohon pakan  dan  tempat melakukan aktivitas harian owa harus dibina dengan cara menyingkirkan jenis-jenis yang akan menjadi saingan yang menghambat dalam pertumbuhannya.

Monitoring rumpang dilakukan secara periodik setiap 2 tahun sekali pada habitat Owa. Dalam monitoring rumpang ini beberapa hal yang harus dicatat antara lain luas rumpang, jenis tumbuhan, jumlah individu, tinggi jenis, dan posisi koordinat rumpang.
 
d.      Antisipasi Bencana Alam dan Kebakaran Hutan

Bencana alam seperti kebakaran hutan, gunung meletus, tanah longsor dan gempa bumi dapat mengubah kondisi habitat satwaliar.  Bencana alam sering berakibat fatal bagi kelestarian habitat, sehingga untuk rehabilitasi memerlukan biaya yang sangat besar.  Sebagai pencegahan diperlukan monitoring kondisi dan gejala alam sehingga dapat dilakukan pendugaan terhadap kemungkinan timbulnya bencana alam.  Pada umumnya satwaliar dapat menangkap isyarat alam akan terjadi gempa bumi sehingga mereka terlebih dahulu lari menyelamatkan diri untuk mencari tempat yang aman.  Untuk mencegah terjadinya tanah longsor dapat dilakukan tindakan antisipasi baik secara fisik seperti pembuatan terasering, maupun vegetatif. 

Apabila terjadi kebakaran di kawasan terutama pada musim kemarau akan berdampak terhadap kerusakan habitat Owa Jawa.  Tingkat kerusakan akibat kebakaran hutan akan tergantung pada tipe kebakaran, intensitas kebakaran, lamanya kebakaran dan tipe vegetasi di habitat Owa Jawa. Walau demikian, sekecil apapun kebakaran yang terjadi akan memberikan dampak negatif bagi habitat Owa, misalnya dapat mematikan pohon pakan, menghambat proses pembungaan (fenologi) pohon pakan, merusak tempat berlindung dan aktivitas harian lainnya.  Kebakaran hutan bahkan dapat mematikan satwa owa terutama bayi Owa yang masih rentan terhadap keadaan-keadaan panik atau darurat.

Kebakaran hutan harus dicegah melalui sistem deteksi dini sehingga dapat meminimalisir kerusakan habitat owa sekecil mungkin.     

Apabila terjadi kebakaran di habitat Owa, maka tindakan yang segera dilakukan untuk menyelamatkan habitat Owa yaitu dengan melakukan pemadaman api sesuai prosedur pengendalian kebakaran hutan.

e.       Pengamanan Habitat Owa Jawa

 

Gangguan keamanan hutan seperti illegal loging, perambahan dan perburuan liar berdampak buruk pada habitat dan populasi Owa. Illegal loging dapat mengurangi pohon pakan dan tempat beraktivitas Owa serta merubah iklim mikro dan mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan.  Perambahan hutan dapat menimbulkan fragmentasi habitat Owa Jawa, sehingga nantinya dapat menyebabkan terjadinya terisolasinya populasi Owa Jawa dalam luasan habitat yang terbatas.

Owa Jawa kerap diburu untuk dijadikan satwa peliharaan (pet). Yang menjadi target perburuan biasanya individu anak atau bayi, untuk mencapai target ini sang induk dikorbankan (terbunuh).  Dalam proses perburuan tentu menyebabkan kerusakan vegetasi yang merupakan habitat utama Owa sebagai satwa arboreal.

Untuk mempertahankan populasi Owa pada saat ini kuncinya adalah mempertahankan kualitas dan kuantitas habitat Owa.  Upaya ini dapat dilakukan melalui intensifikasi pengamanan kawasan melalui patroli rutin maupun gabungan serta memberantas jaringan perburuan liar.


C.    Penutup

Upaya konservasi owa jawa adalah tanggung jawab kita.  Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango selaku pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berperan dalam mempertahankan kualitas habitat alami owa jawa  yaitu melalui upaya pembinaan habitat.  Tetapi upaya ini tidak akan berhasil tanpa peran serta seluruh stakeholder yang berkepentingan dalam upaya konservasi owa jawa, baik dari civitas academika, LSM maupun kelompok-kelompok pemerhati lingkungan lainnya.




PUSTAKA


Alikodra.  1990.  Pengelolaan Satwaliar.  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.  Bogor

Alikodra.  1990.  Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam rangka mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor

Purwanto, Y.  1992.  Studi Habitat Owa Abu-Abu (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.  Skripsi pada Fakultas Kehutatan Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

Nijman V. 2004a. Conservation of the Javan Gibbon Hylobates moloch: population estimates, local extinctions, and conservation priorities. Raffl es Bull. Zool. 52: 271-280.

Raharjo, B.  2003.  studi Populasi Owa dan Analisis Vegetasi di Hutan Kawasan Bodogol Taman Nasional gunung Gede Pangrango.  Skripsi pada Jurusan Biologi FMIPA universitas Indonesia.  Depok.

Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Wijanarko, K.  2002.  Keanekaragaman Hayati dan Pengendalan Jenis Asing Invasif.  Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan The Nature Conservation.  Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar